-->

Makalah Sumber Daya Manusia (SDM) Universitas

  Sumber  Daya  Manusia  (SDM)

  Sumber  Daya  Manusia  (SDM) 





1.Pendahuluan
Sumber  Daya  Manusia  (SDM)  atau  sumber  daya  nara  adalah potensi    manusia    (kuantitas    dan    kualitas)    dalam    konteks    kerja terorganisir.  Dengan  kata  lain,  SDM  merupakan  himpunan  individu yang  membentuk  satu  kesatuan  angkatan kerja  (workforce)  dari  suatu organisasi,   sektor   bisnis,   atau   kegiatan   ekonomi.   Dalam   konteks pembangunan,  SDM  mencakup  angkatan  kerja  di  daerah  atau  negara tersebut,  yang  bekerja  pada  berbagai  sektor  dan  lapangan  pekerjaan.

Mereka  memainkan  peranan  penting  dalam  pembangunan  daerah  itu, dan  hal  tersebut  ditentukan  oleh  kuantitas  maupun  kualitas  angkatan kerja. Pada akhirnya, peranan mereka dalam pembangunan ditentukan oleh  jasa  produktif  mereka  dalam  bentuk  pengetahuan,  keterampilan, dan sikap pada bidang tertentu.Usahawan  (entrepreneur)  merupakan  salah  satu  bentuk  SDM penting  dalam  pembangunan  ekonomi  suatu  negara.

 Aktivitas mereka dapat   menggerakkan   laju   pertumbuhan   ekonomi   suatu  negara,dan pertumbuhan   ekonomi   tersebut diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan   masyarakat.Pertumbuhan   ekonomi   sejumlah   negara maju seperti  Jepang,  USA,  Korea  Selatan,  China,  Israel,  dan  Singapura tidak  dapat  dipisahkan  dari  peranan  entrepreneurnya  (Ernst  &  Young, 2011;  Longbao,  W.2009;  Obisi  &  Anyim,  2012;  WCDS,  2013).  Hal  ini terkait  dengan  apa  yang  disebut  dengan  TEA,  (Total  Entrepreneurial Activity)1,   yakni   suatu   Indikator   pertumbuhan   entrepreneurship.

Beberapa  negara  yang  memiliki  pertumbuhan  ekonomi  yang  tinggi 1Indikator  pertumbuhan  entrepreneurship  (Total  aktivitas  kewirausahaan/TEA  adalah banyaknya   orang   yang  baru   memulai  usaha   (starting   entrepreneur),   dan   jumlah pemilik usaha selama 5 tahun terakhir (young entrepreneur).   

2 seperti  China,  Denmark,  Korea  Selatan,  USA,  Israel,  dan Singapura mampu mencapai TEA yang optimal.Dua   negara   yang   disebutkan   terakhir,   yakni   Israel   dan Singapura  adalah  dua  contoh  negara  yang  pembangunannya  sangat ditentukan oleh peranan entrepreneur karena dalam keadaan ketiadaan atau rendahnya sumberdaya alam, keduanya menunjukkan keperkasaan   ekonominya   oleh   karena   peranan   yang   genting   yang dimainkan   oleh   para   entrepreneur   mereka. 

 Sebaliknya,   Nigeria terancam  menjadi  salah satu  negara  yang  miskin  di dunia  karena  tidak memiliki  kelas  entrepreneur  yang  berkualitas  dalam  meningkatkan pembangunan ekonomi (Obisi dan Anyim, 2012).Pertumbuhan    ekonomi    yang    tinggi    juga    dapat    memicu munculnya   entrepreneur-entrepreneur baru   dari   kelas   menengah (middle  class).   Munculnya  entrepreneur-entrepreneur  baru  di  kelas menengah  mampu  membawa  Korea  Selatan  menjadi  salah  satu  negara berpendapatan  tinggi  dengan  pertumbuhan  ekonomi  yang  tinggi  dan aktivitas  entrepreneur  yang  tinggi  pula.

 Negara-negara  berkembang yang  memiliki  pertumbuhan  ekonomi  yang  tinggi  dengan  aktivitas entrepreneurial yang rendah, dalam banyak pengalamansulit mencapai pendapatan  ekonomi  kelas  tinggi.  Posisi  ini  merupakan  salah  satu faktor  yang  menjebak  suatu  negara  masuk  dalam Middle  Income  Trap(MIT)

2. Negara-negara   yang   terperangkap   dalam   pendapatan   kelas menengah  sulit  untuk  keluar  menuju  ke  pendapatan  tinggi  karena struktur     ekonomi     tidak     lagi     mampu     menopang     terjadinya pertumbuhan    ekonomi    yang    tinggi.    Struktur    ekonomi    yang dimaksudkan  ditentukan  oleh aktivitas  ekonomi,  pengelolaan  sumber daya alam,  dan potensi sumber daya manusia. Sumber daya yang ada di sektor  primer  hanya  bisa  menyumbangkan  peningkatan  pertumbuhan ekonomi dan pendapatan pada tingkat tertentu saja.

2 MIT   (Middle   Income   Trap)   adalah   keadaan   ekonomi   suatu   negara   di   mana pendapatan  ekonomi  masyarakat  mengalami  kemandegan  dan terperangkap  pada aras menengah  (middle  income)  sehingga  negara  tersebut  tidak  dapat  bergerak  ke  tingkat pendapatan masyarakat yang tinggi (High Income Country). 

3 Untuk mencapai negara/daerah  berpendapatan tinggi, ia harus melakukan   transformasi   struktural   dari   sistem   ekonominya yang berbasis  produksi  primer  ke  industri  sekunder  (manufaktur)  hingga industri   tersier.   Produksi   primer   berupa   (hasil   mentah   pertanian, pertambangan,  dsb)  diolah  menjadi  barang  jadi  maupun  setengah  jadi (manufaktur/industri     sekunder)     hingga     industri     tersier     yakni produknya  dalam  bentuk penyediaan  dan  pelayanan  jasa  termasuk perdagangan.Dalam transformasi struktural ini, entrepreneur merupakan  elemen  yang  penting  untuk  mendongkrak  produktivitas sistem   ekonomi   sehingga   dapat   meningkatkan pertumbuhan   dan pembangunan ekonomi.Pada   hakekatnya   entrepreneur   berperan   sebagai   inovator, manajer, pemilik perusahan (owner), spekulator, koordinator, pembuat keputusan  dan  pencipta  kesempatan.  Lebih  khusus,  dalam  konteks pembangunan   suatu   daerah   atau   negara,   aktivitas   entrepreneur memampukan   sistem   dengan   mengkoordinasi   dan   menghimpun sumberdaya    dalam    jejaring    bisnis    dan    sosial    yang    ia    miliki (pengetahuan  informal,  jejaring  usaha,  informasi,  dll)  serta  melakukan aktivitas   inovasi.   Dalam   konteks   penciptaan   inovasi,   entrepreneur menghasilkan   ide,   produk   maupun   sistem   yang   kreatif,   sehingga menghasilkan   produk   dan   jasa   dengan   daya   saing   yang   tinggi. Keduanya,   yakni   peranannya   dalam   penghimpunan   sumberdaya melalui  jejaringnya  maupun  peranannya  dalam  penciptaan  inovasi, pada   gilirannya   akan   meningkatkan   daya   saing   (competitiveness) wilayah  atau  daerah  tersebut,  serta  berujung  kepada  pertumbuhan ekonomi dan penciptaan pekerjaan (Verheul, et al. 2001., Lal, A.K., dan Clement, R.W. 2005) Pertumbuhan   ekonomi   dan   penciptaan   pekerjaan,   melalui pengembangan   daya   saing   entrepreneur   dapat   dilakukan   melalui kebijakan     negara.Dimana     Negara     melalui     kebijakannya     dapat merupakan faktor pemicu tumbuh dan berkembangnya entrepreneurship.  Sebagai  contoh  adalah  kebijakan  yang  dilakukan oleh  Pemerintah  negara  India  yang  memfasilitasi  tumbuhnya  UKM baru   melalui   penyederhanaan   registrasi   bagi   UKM   baru   dengan

4 prosedur yang   lebih   sederhana   (simple).  

Dimana   pusat   kawasan industri  tidak  lagi  menanggung  beban  administrasi  pendaftaran  UKM yang baru, atau sistem one stop service, yang diterapkan oleh sejumlah pemda  di  Indonesia  dapat  menolong  penjaminan  status  legal  dari wirausaha  para  entrepreneur  pemula  dengan  mudah.  Demikian  pula, kebijakan  soal  pembayaran  pajak  bagi suppliers  dikenakan  hukuman keterlambatan.   Kebijakan   demikian,   sebagaimana   kita   lihat   dalam kasus   pemerintah   India   berdampak   pada   aktivitas   entrepreneur, perdagangan,  buruh/tenaga  kerja,  berhasil  diimplementasikan  dalam menumbuhkan dan mendukung sektor industri pengolahannya dengan pendapatan  sekitar  45%  dari  GDP  dan  kegiatan  ekspor  mencapai  40% (Asghar et al., 2011). Praktek  yang  dilakukan  di  India  sebenarnya  dapat  diterapkan di  Indonesia.  Jika  dilihat  dari  kebijakan  yang  berlaku  di  Indonesia, maka   ada   beberapa   kebijakan   di   tingkat   nasional   yang   dapat mendorong  pengembangan  entrepeneurship pada  level  makro antara lain: Peraturan  Presiden  RI  Nomor  28  Tahun  2008  tentang  Kebijakan Industri  Nasional,  Peraturan  Pemerintah  RI  Nomor  54  Tahun  2002 tentang  Usaha  Perikanan,  Peraturan  Menteri  Perindustrian  Republik Indonesia   Nomor   136/M-IND/PER/12/2010   tentang   peta   panduan (road  map) pengembangan  industri  unggulan  Provinsi  Sulawesi Utara. Dalam  kaitan  ini,  pemerintah  juga  mengeluarkan  kebijakan  untuk mendorong  penguatan  entrepreneurship  melalui  penataan  tata  ruang wilayah lewat Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2009 tentang KEK, Peraturan  Menteri   Dalam   Negeri   Nomor   29   Tahun   2008   tentang Pengembangan Kawasan Strategis Cepat Tumbuh di Daerah, Peraturan Menteri  Kelautan  dan  Perikanan  RI  Nomor  12  tahun  2010  Tentang Minapolitan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 32 Tahun  2010  tentang  Penetapan  Kawasan  Minapolitan dan  Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang KEK Bitung. Kebijakan-kebijakan  di  atas,  perlu  didukung  oleh  perubahan  kebijakan  berupa penyederhanaan  prosedur  pendirian  usaha  di  Indonesia  sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah India.

0 Response to "Makalah Sumber Daya Manusia (SDM) Universitas "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel