Teori Istinbath
Monday, September 21, 2015
Add Comment
A. Latar Belakang
Sebagaimana diketahui, sumber pokok Hukum Islam adalah wahyu, baik yang tertulis (kitab Allah/Al-Qur’an) maupun yang tidak tertulis (Sunnah Rasulullah). Materi-materi hukum yang terdapat di dalam sumber tersebut, secara kuantitatif terbatas jumlahnya. Karena itu terutama setelah berlalunya zaman Rasulullah, dalam penerapannya diperlukan penalaran.
Permasalahan-permasalahan yang tumbuh dalam masyarakat adakalanya sudah ditemukan nashnya yang jelas dalam kitab suci Al-Qur’an atau Sunnah Nabi, tetapi adakalanya yang ditemukan dalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi itu hanya berupa prinsip-prinsip umum. Untuk pemecahan permasalahan-permasalahan baru yang belum ada nashnya secara jelas, perlu dilakukan istinbath hukum, yaitu mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap permasalahan yang muncul dalam masyarakat dengan melakukan ijtihad berdasarkan dalil-dalil yang ada dalam Al-Qur’an atau Sunnah.
Dengan jalan istinbath itu hukum Islam akan senantiasa berkembang seirama dengan terjadinya dinamika perkembangan masyarakat guna mewujudkan kemaslahatan dan menegakkan ketertiban dalam pergaulan masyarakat serta menjamin hak dan kewajiban masing-masing individu yang berkepentingan secara jelas.
Bagi seseorang yang hendak melakukan ijtihad, maka ilmu ushul fikih mutlak diperlukan karena ia merupakan alat atau bahan acuan dalam melakukan istinbath hukum. Dalam makalah ini akan dibahas teori istinbath dan istidlal yang digunakan dala studi hukum islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian istinbath?
2. Bagaimana teori istinbath?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian istinbath.
2. Untuk mengetahui teori istinbath.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Teori Istinbath
1. Pengertian Istinbath
Istinbath” berasal dari kata “nabth” yang berarti : “air yang mula-mula memancar keluar dari sumur yang digali”. Dengan demikian, menurut bahasa, arti istinbath ialah “mengeluarkan sesuatu dari persembunyiannya”. Setelah dipakai sebagai istilah dalam studi hukum islam, arti istinbath menjadi “upaya mengeluarkan hukum dari sumbernya”. Makna istilah ini hampir sama dengan ijtihad. Fokus istinbath adalah teks suci ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi. Karena itu, pemahaman, penggalian, dan perumusan hukum dari kedua sumber tersebut disebut istinbath.
Kata istinbat bila dihubungkandengan hukum seperti dijelaskan oleh Muhammad Bin Ali al-fayyumi ahli bahasa arab dan fiqh, berarti upaya menarik hukum dari Al-quran dan Assunnah dengan jalan ijtihad.[1]
Ayat-ayat al-quran dalam menunjukkan pengertianya menggunakan berbagai cara ada yang tegas dan ada yang tidak tegas ada yang melalui arti bahasanya dan ada pula yang melalui maksud hukumnya disamping itu disatukali terdapat pula perbenturan antara satu dalil dengan lain dalil yang memerlukan penyelesaian ushul fiq menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya untuk menimba pesan-pesan yang terkandung dalam al-quran dan sunnah rasullah.
Secara garis besar metode istimbat dapat dibagi kepada syari’ah dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertenta
Metode Istimbath Dari Segi Bahasa
Objek utama yang akan di bahas dalam ushul fiqh adalah al-quran dan sunah untuk memahami teks-teks dua sumber yang berbahasa arab tersebut para ulama’ telah menyusun semacam ‘sematik’ yang akan digunakan dalam praktik penalaran fiqh bahasa arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tinggkat kejelasanya untuk itu para ahlinya telah membuat beberapa ketegori lafal atau redaksi diantanya yang sangat penting dan akan dikemukakan disini adalah masalah amar, nahi dan takhir. Pembahasan lafal dari segi umum dan khisus pembahasan lafal dari segi mutlak pembahasan lafal dari segi mantuk dan mafhumdaris, hal-hal tersebut berikut ini..
Amar, Nahi dan Takhyir
a) Amar.
Menurut mayoritas ulamak ushul fiqh adalah. Suatu tuntutan(perintah)untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukanya kepada pihak yang lebih rendah kedudukanya
Contoh amar yang secara tegas mengandung makna menyuruh, didalam al-quran surat an-nahal. 16:90.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan , memberi kepada kaum kerabat dan allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan dia memberi penggajarann kepadamu agar kamu dapat menggambil pelajaran.
b) Nahi(larangan)
Pengertian nahi versi ulamak ushul fiq. Adalah larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukanya kepada pihak yang lebih rendah tingkatanya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu.
Contoh nahi, dalam surat al-arf, ayat: 33
Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (mengharamkan), mempersekutukan allah dengan sesuatu yang allah tidak mengeluarkan hujjah untuk itu dan, (mengharamkan), mengada-ngadakan terhadap allah apa yang tidak kamu ketahui.
c) Takhyir(memberi pilihan)
Yang dimaksud dengan takhyir adalah bahwa syari’(allah dan rasulnya) memberi pilihan kepada hambanya antara melakukan dan tidak melakukanya suatu perbuuatan.
Contoh dalam memberikan pilihan. Dalam surat al-baqorah ayat, 182.
Dihalalkan bagimu dimalam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.
Lafal umum ialah lafal yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafal itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu
Seperti yang terdapat dalam surat at-tur 21.
Tiap-tiap (kul)manusia terikat dengan apa yang ia kerjakan.
Lafal khusus adalah lafal yang yang mengandung satu pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas . para ulamak ushul fiq sepakat seperti disebutkan abu Zahra bahwa lafal khas dalam nash syara’ menunjukkan kepada pengertianya yang khas secara qaht’i (pasti) dan hukum yang dikandungnya bersifat pasti selama tidak ada indikasi yang menunjukkan pengertian lain.
Contoh lafal khas, dalam ayat 89, surat al-maidah.
...............maka khafarat (melanggar) sumpah itu , ialah memberi makan sepuluh orang miskin , yaitu makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka.
v Secara bahasa mutlaq berarti bebas tanpa ikatan, sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Abd al-wahab Khllaf ahli ushul fiq kebangsaan Mesir dalam bukunya ‘ Ilmu Ushul Al fiqh, pengertian mutlaq adalah: lafa yang menunjukkan suatu satuan tanpa dibatasi secara harfiah dengan suatu ketentuan.
Misalnya lafal mutlaq yang terdapat dalam ayat 234 surat al-baqoarah.
Orang-orang yang meninggal dunia diantara kamu dengan meninggalkan isteri-isteri(hendaklah para isteri itu)menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.
v Sedangkan lafal muqayyadah mengandung arti berarti terikat .
contoh lafal muqayyada adalah yang terdapat dalam surat Al-Mujadillah ayat 3 dan 4.
Ø Mantuq secara bahasaberarti “sesuatu yang di ucapkan” sedangkan menurut istilah ushul fiqh pengertian harfiah dari suatu lafal yang di ucapkan , ada juga yang mendefinisikan pengertian mantuq adalah” makna yang secara tegas di tunjukkan oleh suatu lafal sesuai dengan penciptaanya baik secara penuh atau berupa bagianya .
Misalya Firman Allah dalam surat an-nisa’ ayat 3 yang mencamtumkan hukum boleh kawin lebih dari satu orang dengan syarat adil , jika tidak wajib embatasi seorang saja .
Ø Mafhum . mafhum secara bahasa ialah “ suatu yang dipahami dari suatu teks” dan menurut istilah adalah “ pengertian tersirat dari suatu lafal atau pengertian dari kebalikan dari pengertian lafal yang diucapkan
Maqasid syari’ah berarti tujuan Aallah dan Rasulnya dalam merumuskan hukum-hukum islam . tujuan itu dapat di telusuri dalam ayat-ayat al-qur’an dan asunnah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada ,kemaslahatan umat manusia .
Peranan maqasid syari’ah dalm pengembangan hukum. Pengetahuan tentang maqasid syari’ah adalah hal yang sangat penting yang dapat dijadikan alat bantu untuk memahami ayat-ayat al-quran dan sunnah , menyelesaika dalil-dalil yang bertentangan dan yang sangat penting lagi adalh untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalm al-quran dan sunnah secara kajian kebahasaan.
Metode istimbat seperti , qyas, istihsan, dan masalah mursalah adalah metode-metode pengembangan hukum islam yang didasarkan atas maqasid syari’ah . sebagai contoh:
tentang kasus diharamkanya khamer(0qs-al-maidah ayat:90.) dari hasil penelitian ulamak ditemukan bahwa maqasaid syari’ah dari diharamkanya khamer ialah karena sifat yang memabukkan yang bisa merusak akal pikiran . dengan demikian yang menjadi alasan logis adalah dari kharamnya khamer adalah sifat memabukkanya sedangkan khamer sendiri hanyalah hanyalah salah satu contoh dari yangmemabukkan.
Dari sini dapat dikembangkan dngan metode analogi (qyas) bahwa setiap yang sifatnya memabukkan adalah juga haram. Dngan demikian ,(illat) hukum dalam suatu ayat atau hadits bila diketahui , maka terhadapnya dapat dlakukan bilamana dapat dilakukan qyas (analogi) artinya qyas hanya bisa dilakukan bila mana ada ayat atau hadits yang secara khusus dapat dijadikan tempat mengqyas –kanya almaqis alaih .
Jika tidak ayat atau hadits secara khusus yang akan dijadikan al-maqs-alaih, tetapi termasuk kedalam tujuan syari’at secara umum seperti memelihara sekurangnya salah satu kebutuhan-kebutuhan diatas tadi dalam hal ini dilakukan metode masalah-mursalah . dalam kajian ushul fiqh apa yang dianggap maslahat bila sejalan atau bertentanggan dengan petunjuk-petunjuk umum syari’at , dapat diakui sebagai landasan hukum yang dikenal dengan marsalahat mursalah.
Jika yang akan diketahui hukumnya itu telah ditetapkan hukumnya dalam nash atau melalui qyas , kemudian karena dalam satu kondisi bila ketentuan itu telah ditetapkan akan berbenturan dengan ketentuan atau kepentinggan lain yang lebih umum dan lebih layak menurut syara’ untuk di pertahanan . maka ketentuan itu dapat di tinggalkan khusus dalam kondisi tersebut . ijtihad seperti ini sering disebut dengan istihsan .
ü Ta’arud
Kata ta’arud secara bahasa berarti pertentangan antara dua hal. Sedangkan menurut istilah seperti dikemukakan wahbah zuhali , bahwa satu dari kedua dalil menghendakin hukum yang berbeda dengan hukum yang dikehendaki oleh dalil yang lain .
Bilamana dalam pandangan mujtahid terdapat ta’arud antara dua dalil maka perlu dicarikan jalan keluarnay dan disini terjadi perbedaan pendapat antara kalangan syafi’iyah dan khanafiyah.
Menurut kalangan hanafiyah, jalan yang di tempuh bila mana terjadi ta’rud secara global adalah.
1. Dengan meneliti dahulu mana yang lebih dulu turunya ayat atau diucapkanya hadits , dan bila diketahui maka dalil yang terdahulu dianggap telah dinasikh,(dibatalkan), oleh dalil yang datang belakangan.
2. Jika diketahui mana yang lebih dahulu maka cara selanjutnya adalah dengan cara Trjih yaitu meneliti mana yang lebih kuat diantara dalail-dalil yang bertentangan .
3. Jika tidak bisa di tarjih karena ternyata sama-sama kuat maka jalan keluarnya adalah dengan mengkompromikan dua dalil itu.
4. Jika tidak ada peluang untuk mengkompromikan , maka jalan keluarnya adalah tidak memakai kedua dalil tersebut. Dan dalam halini seorang mujtahid hendaklah merujuk kepada dalil yang lebih rendah bobotnya , misalnya bila kedua dalil bertentanggan itu terdiri dari ayat-ayat al-quran maka setelah tidak dapat dikompromikan hendaklah merujuk kepada sunnah Rasullah.
Sedangkan menurut syafi’iyah apabila terdapat ta’arud maka penyelesainya dapat dilakukan sebagai berikut.
· .dengan mengkompromikan antara dua dalil itu selma ada peluang untuk itu, karena menggamalkan kedua dalil itu lebih baik dari hanya memfungsikan satu dalil saja.
· .jika tidak dapat dikompromikan maka jalan keluarnya adalah dengan cara tarjih.
· selanjutnya jika tidak ada peluang untuk mentarjih salah satu dari keduanya , maka langkah selanjutnya adalah , mana diantara dua dalil itu yang lebih dulu datangnya . jika sudah diketahu maka dalil yang terdahulu diannagap telah di
· jika tidak diketahui mana yang terdahulu . maka jalan keluarnya dengan ccara tidak memakai kedua dalil dan dalam keadaan demikian, seorang mujtahid hendaklah merujuk kepada dalil yang lebih rendah bobotnya.
ü Tarjih
Tarjih menurut bahaasa berarti membuat sesuatu cenderung atau mengalahkan. Menurut istilah seprti yang dikemukakan al-baidlowi, ahli ushul fiq dari kalangan syafi’iyah, adalah menguatkan salah satu dari kedua dalil yang zanni untuk dapat diamalkan.
Berdasarkan definisi itu bahwa dua dalil yang bertentangan dan yang akan di tarjih salah satunya itu adalah sama-sama zanni, berbeda dengan itu menurut kalangan hanafiyah, dua dalil yang bertentanggan yang akan di tarjih salah satunya itu bisa jadi sama-sama qath’i atau sama-sama zanni. Oleh sebab itu mereka mendefinisikan tarjih sebagai upaya mencari keunggulan salah satu dari kedua dalil yang sama atas yang lain ..
A. Simpulan
Istinbath adalah menggali hukum syara’ yang belum ditegaskan secara langsung oleh nash Al-Qur’an atau Sunnah. Dilihat dari segi cakupannya, ada pernyataan hukum yang bersifat umum dan ada juga yang bersifat khusus. Sasaran hukum dalam pernyataan hukum yang umum adalah tanpa pengecualian, sedangkan pernyataan khusus mengandung pengertian tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. Ada empat teknik analisa untuk menggali hukum melalui makna suatu pernyataan hukum yaitu analisa makna terjemah, analisa pengembangan makna, analisa kata kunci dari suatu pernyataan, dan analisa relevansi makna.
Secara garis besar metode istimbat dapat dibagi kepada syari’ah dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan.adapun metode-metodenya adalah. Ta’arud dan tarjih,penetapan hukum melalui maqasaid syari’ah,dan istimbat dari segi bahasa.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Effendi,Satria.2009. Ushul Fiqh,Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
http/www. Metode istimbath.
[1] Ushul fiq, satria efendi, hl 178
a) Amar.
Menurut mayoritas ulamak ushul fiqh adalah. Suatu tuntutan(perintah)untuk melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukanya kepada pihak yang lebih rendah kedudukanya
Contoh amar yang secara tegas mengandung makna menyuruh, didalam al-quran surat an-nahal. 16:90.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan , memberi kepada kaum kerabat dan allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan dia memberi penggajarann kepadamu agar kamu dapat menggambil pelajaran.
b) Nahi(larangan)
Pengertian nahi versi ulamak ushul fiq. Adalah larangan melakukan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi kedudukanya kepada pihak yang lebih rendah tingkatanya dengan kalimat yang menunjukkan atas hal itu.
Contoh nahi, dalam surat al-arf, ayat: 33
Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar (mengharamkan), mempersekutukan allah dengan sesuatu yang allah tidak mengeluarkan hujjah untuk itu dan, (mengharamkan), mengada-ngadakan terhadap allah apa yang tidak kamu ketahui.
c) Takhyir(memberi pilihan)
Yang dimaksud dengan takhyir adalah bahwa syari’(allah dan rasulnya) memberi pilihan kepada hambanya antara melakukan dan tidak melakukanya suatu perbuuatan.
Contoh dalam memberikan pilihan. Dalam surat al-baqorah ayat, 182.
Dihalalkan bagimu dimalam hari puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.
2. Lafal Umum (‘am) Dan Lafal Khusus(khas)
1) Lafal Umum
Lafal umum ialah lafal yang diciptakan untuk pengertian umum sesuai dengan pengertian lafal itu sendiri tanpa dibatasi dengan jumlah tertentu
Seperti yang terdapat dalam surat at-tur 21.
Tiap-tiap (kul)manusia terikat dengan apa yang ia kerjakan.
2) Lafal Khusus
Lafal khusus adalah lafal yang yang mengandung satu pengertian secara tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas . para ulamak ushul fiq sepakat seperti disebutkan abu Zahra bahwa lafal khas dalam nash syara’ menunjukkan kepada pengertianya yang khas secara qaht’i (pasti) dan hukum yang dikandungnya bersifat pasti selama tidak ada indikasi yang menunjukkan pengertian lain.
Contoh lafal khas, dalam ayat 89, surat al-maidah.
...............maka khafarat (melanggar) sumpah itu , ialah memberi makan sepuluh orang miskin , yaitu makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka.
3. Mutlak Dan Muqayyad
v Secara bahasa mutlaq berarti bebas tanpa ikatan, sedangkan menurut istilah seperti yang dikemukakan oleh Abd al-wahab Khllaf ahli ushul fiq kebangsaan Mesir dalam bukunya ‘ Ilmu Ushul Al fiqh, pengertian mutlaq adalah: lafa yang menunjukkan suatu satuan tanpa dibatasi secara harfiah dengan suatu ketentuan.
Misalnya lafal mutlaq yang terdapat dalam ayat 234 surat al-baqoarah.
Orang-orang yang meninggal dunia diantara kamu dengan meninggalkan isteri-isteri(hendaklah para isteri itu)menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.
v Sedangkan lafal muqayyadah mengandung arti berarti terikat .
contoh lafal muqayyada adalah yang terdapat dalam surat Al-Mujadillah ayat 3 dan 4.
4. Mantuq Dan Mafhum
Ø Mantuq secara bahasaberarti “sesuatu yang di ucapkan” sedangkan menurut istilah ushul fiqh pengertian harfiah dari suatu lafal yang di ucapkan , ada juga yang mendefinisikan pengertian mantuq adalah” makna yang secara tegas di tunjukkan oleh suatu lafal sesuai dengan penciptaanya baik secara penuh atau berupa bagianya .
Misalya Firman Allah dalam surat an-nisa’ ayat 3 yang mencamtumkan hukum boleh kawin lebih dari satu orang dengan syarat adil , jika tidak wajib embatasi seorang saja .
Ø Mafhum . mafhum secara bahasa ialah “ suatu yang dipahami dari suatu teks” dan menurut istilah adalah “ pengertian tersirat dari suatu lafal atau pengertian dari kebalikan dari pengertian lafal yang diucapkan
2.Metode penetapan Hukum Melalui Maqasid Syari’ah
1. .Pengertian maqasid syari’ah.
Maqasid syari’ah berarti tujuan Aallah dan Rasulnya dalam merumuskan hukum-hukum islam . tujuan itu dapat di telusuri dalam ayat-ayat al-qur’an dan asunnah sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada ,kemaslahatan umat manusia .
Peranan maqasid syari’ah dalm pengembangan hukum. Pengetahuan tentang maqasid syari’ah adalah hal yang sangat penting yang dapat dijadikan alat bantu untuk memahami ayat-ayat al-quran dan sunnah , menyelesaika dalil-dalil yang bertentangan dan yang sangat penting lagi adalh untuk menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalm al-quran dan sunnah secara kajian kebahasaan.
Metode istimbat seperti , qyas, istihsan, dan masalah mursalah adalah metode-metode pengembangan hukum islam yang didasarkan atas maqasid syari’ah . sebagai contoh:
tentang kasus diharamkanya khamer(0qs-al-maidah ayat:90.) dari hasil penelitian ulamak ditemukan bahwa maqasaid syari’ah dari diharamkanya khamer ialah karena sifat yang memabukkan yang bisa merusak akal pikiran . dengan demikian yang menjadi alasan logis adalah dari kharamnya khamer adalah sifat memabukkanya sedangkan khamer sendiri hanyalah hanyalah salah satu contoh dari yangmemabukkan.
Dari sini dapat dikembangkan dngan metode analogi (qyas) bahwa setiap yang sifatnya memabukkan adalah juga haram. Dngan demikian ,(illat) hukum dalam suatu ayat atau hadits bila diketahui , maka terhadapnya dapat dlakukan bilamana dapat dilakukan qyas (analogi) artinya qyas hanya bisa dilakukan bila mana ada ayat atau hadits yang secara khusus dapat dijadikan tempat mengqyas –kanya almaqis alaih .
Jika tidak ayat atau hadits secara khusus yang akan dijadikan al-maqs-alaih, tetapi termasuk kedalam tujuan syari’at secara umum seperti memelihara sekurangnya salah satu kebutuhan-kebutuhan diatas tadi dalam hal ini dilakukan metode masalah-mursalah . dalam kajian ushul fiqh apa yang dianggap maslahat bila sejalan atau bertentanggan dengan petunjuk-petunjuk umum syari’at , dapat diakui sebagai landasan hukum yang dikenal dengan marsalahat mursalah.
Jika yang akan diketahui hukumnya itu telah ditetapkan hukumnya dalam nash atau melalui qyas , kemudian karena dalam satu kondisi bila ketentuan itu telah ditetapkan akan berbenturan dengan ketentuan atau kepentinggan lain yang lebih umum dan lebih layak menurut syara’ untuk di pertahanan . maka ketentuan itu dapat di tinggalkan khusus dalam kondisi tersebut . ijtihad seperti ini sering disebut dengan istihsan .
3.Ta’arud Dan Tarjih
ü Ta’arud
Kata ta’arud secara bahasa berarti pertentangan antara dua hal. Sedangkan menurut istilah seperti dikemukakan wahbah zuhali , bahwa satu dari kedua dalil menghendakin hukum yang berbeda dengan hukum yang dikehendaki oleh dalil yang lain .
Bilamana dalam pandangan mujtahid terdapat ta’arud antara dua dalil maka perlu dicarikan jalan keluarnay dan disini terjadi perbedaan pendapat antara kalangan syafi’iyah dan khanafiyah.
Menurut kalangan hanafiyah, jalan yang di tempuh bila mana terjadi ta’rud secara global adalah.
1. Dengan meneliti dahulu mana yang lebih dulu turunya ayat atau diucapkanya hadits , dan bila diketahui maka dalil yang terdahulu dianggap telah dinasikh,(dibatalkan), oleh dalil yang datang belakangan.
2. Jika diketahui mana yang lebih dahulu maka cara selanjutnya adalah dengan cara Trjih yaitu meneliti mana yang lebih kuat diantara dalail-dalil yang bertentangan .
3. Jika tidak bisa di tarjih karena ternyata sama-sama kuat maka jalan keluarnya adalah dengan mengkompromikan dua dalil itu.
4. Jika tidak ada peluang untuk mengkompromikan , maka jalan keluarnya adalah tidak memakai kedua dalil tersebut. Dan dalam halini seorang mujtahid hendaklah merujuk kepada dalil yang lebih rendah bobotnya , misalnya bila kedua dalil bertentanggan itu terdiri dari ayat-ayat al-quran maka setelah tidak dapat dikompromikan hendaklah merujuk kepada sunnah Rasullah.
Sedangkan menurut syafi’iyah apabila terdapat ta’arud maka penyelesainya dapat dilakukan sebagai berikut.
· .dengan mengkompromikan antara dua dalil itu selma ada peluang untuk itu, karena menggamalkan kedua dalil itu lebih baik dari hanya memfungsikan satu dalil saja.
· .jika tidak dapat dikompromikan maka jalan keluarnya adalah dengan cara tarjih.
· selanjutnya jika tidak ada peluang untuk mentarjih salah satu dari keduanya , maka langkah selanjutnya adalah , mana diantara dua dalil itu yang lebih dulu datangnya . jika sudah diketahu maka dalil yang terdahulu diannagap telah di
· jika tidak diketahui mana yang terdahulu . maka jalan keluarnya dengan ccara tidak memakai kedua dalil dan dalam keadaan demikian, seorang mujtahid hendaklah merujuk kepada dalil yang lebih rendah bobotnya.
ü Tarjih
Tarjih menurut bahaasa berarti membuat sesuatu cenderung atau mengalahkan. Menurut istilah seprti yang dikemukakan al-baidlowi, ahli ushul fiq dari kalangan syafi’iyah, adalah menguatkan salah satu dari kedua dalil yang zanni untuk dapat diamalkan.
Berdasarkan definisi itu bahwa dua dalil yang bertentangan dan yang akan di tarjih salah satunya itu adalah sama-sama zanni, berbeda dengan itu menurut kalangan hanafiyah, dua dalil yang bertentanggan yang akan di tarjih salah satunya itu bisa jadi sama-sama qath’i atau sama-sama zanni. Oleh sebab itu mereka mendefinisikan tarjih sebagai upaya mencari keunggulan salah satu dari kedua dalil yang sama atas yang lain ..
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Simpulan
Istinbath adalah menggali hukum syara’ yang belum ditegaskan secara langsung oleh nash Al-Qur’an atau Sunnah. Dilihat dari segi cakupannya, ada pernyataan hukum yang bersifat umum dan ada juga yang bersifat khusus. Sasaran hukum dalam pernyataan hukum yang umum adalah tanpa pengecualian, sedangkan pernyataan khusus mengandung pengertian tunggal atau beberapa pengertian yang terbatas. Ada empat teknik analisa untuk menggali hukum melalui makna suatu pernyataan hukum yaitu analisa makna terjemah, analisa pengembangan makna, analisa kata kunci dari suatu pernyataan, dan analisa relevansi makna.
Secara garis besar metode istimbat dapat dibagi kepada syari’ah dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan.adapun metode-metodenya adalah. Ta’arud dan tarjih,penetapan hukum melalui maqasaid syari’ah,dan istimbat dari segi bahasa.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Effendi,Satria.2009. Ushul Fiqh,Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
http/www. Metode istimbath.
[1] Ushul fiq, satria efendi, hl 178
0 Response to "Teori Istinbath"
Post a Comment