-->

Kewajiban, Larangan, dan Pengecualian bagi Notaris dalam Menjalankan Jabatannya sebagai Pejabat Publik

Kewajiban, Larangan, dan Pengecualian bagi Notaris dalam Menjalankan Jabatannya sebagai Pejabat Publik


Indonesia sebagai negara yang meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 telah memberikan jaminan bagi seluruh warga negaranya untuk mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum tersebut tentunya membutuhkan upaya konkret agar terselenggara dengan seksama sebagai bentuk pertanggung jawaban negara bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. 

Dalam bidang kenotariatan, upaya konkret sebagai perwujudan dari prinsip kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum tersebut diaplikasikan dalam bentuk pembuatan akta yang memiliki kekuatan pembuktian terkuat dan terpenuh karena dibuat oleh pejabat yang berwenang yaitu notaris sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) bahwa yang dimaksud dengan notaris adalah "pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini."

 Selaras dengan hal tersebut Sulistiyono menyatakan sebagai berikut: Notaris dan produk aktanya dapat dimaknai sebagai upaya negara untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi anggota masyarakat. Mengingat dalam wilayah hukum privat/perdata, negara menempatkan notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam hal pembuatan akta otentik, untuk kepentingan pembuktian/alat bukti.1) Akta otentik sebagai alat bukti yang terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional, maupun global. 

Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat. Oleh karena itu sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik, notaris memiliki peraturan yang harus dipatuhi yang tidak hanya bertujuan untuk melindungi otentisitas akta yang dibuatnya tetapi juga untuk menjaga kehormatan kedudukan notaris sebagai profesi yang mulia. Peraturan tersebut antara lain merangkum tentang kewajiban yang harus dijalankan oleh notaris dan larangan yang harus dihindari oleh notaris dalam melaksanakan jabatannya. 


Hal tersebut tidak hanya diatur dalam UUJN sebagai ketentuan pokok yang dijadikan pedoman bagi notaris dalam menjalankan jabatannya tetapi juga termuat dalam Kode Etik Notaris yang dibuat oleh Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai kaidah moral yang berlaku mengikat bagi perkumpulan notaris di Indonesia sehingga wajib ditaati oleh semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas sebagai notaris termasuk di dalamnya pejabat sementara notaris, notaris pengganti dan notaris pengganti khusus. Berkaitan dengan kewajiban dan larangan bagi notaris dalam menjalankan jabatannya, UUJN mengatur ketentuan tersebut mulai Pasal 16 s.d. Pasal 17, sedangkan dalam Kode Etik Notaris diatur mulai Pasal 3. s.d. Pasal 4. Namun di samping ada kewajiban yang harus dijalankan serta larangan yang harus dihindari, dalam jabatannya notaris pun memiliki pengecualian dan pengecualian ini diatur dalam Pasal 5 Kode Etik notaris. Hampir di setiap organisasi profesi terdapat kode etik, hal ini tentunya sangat diperlukan karena untuk memberikan pedoman berprilaku bagi anggotanya harus terlebih dahulu dibuat peraturannya secara tertulis sehingga kepastian hukumnya jelas. Jabatan yang diemban notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang dan masyarakat sehingga seorang notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan tersebut dengan sebaik-baiknya dan selalu berupaya menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya karena tindakan yang dilakukkan oleh notaris sangat berhubungan dengan gerak pembangunan nasional. Oleh karena itu, apabila notaris mengabaikan kewajiban dalam jabatannya maka dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum dan mengganggu proses penegakan hukum yang berimplikasi pada buruknya pencitraan diri dan jabatan notaris serta menghambat gerak pembangunan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut Suhrawardi K Lubis menyatakan: Fungsi dan peran notaris dalam gerak pembangunan nasional yang semakin kompleks dewasa ini tentunya makin luas dan makin berkembang, sebab kelancaran dan kepastian hukum segenap usaha yang dijalankan oleh segenap pihak makin banyak dan luas, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh notaris. Pemerintah (sebagai yang memberikan sebagian wewenangnya kepada notaris) dan masyarakat banyak tentunya mempunyai harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh notaris benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan.2) Oleh karena itu, agar notaris dapat memberikan pelayanan jasa secara maksimal serta menghasilkan "produk" akta yang benar-benar terjaga otentisitasnya sehingga memiliki nilai dan bobot yang handal, maka notaris harus menjalankan kewajiban yang diamanatkan baik oleh UUJN maupun dalam Kode Etik Notaris dan menghindari larangan-larangan dalam jabatannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang saling melengkapi antara UUJN dan Kode Etik dalam mengatur ketentuan tentang kewajiban dan larangan serta pengecualian dalam jabatan Notaris. Adanya hubungan antara kode etik dan UUJN memberikan arti terhadap profesi notaris itu sendiri. UUJN dan kode etik notaris menghendaki agar notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum, selain harus tunduk pada UUJN juga harus taat pada kode etik profesi serta harus bertanggung jawab kepada masyarakat yang dilayaninya, organisasi profesi (Ikatan Notaris Indonesia atau INI) maupun terhadap negara. Dengan adanya hubungan ini, maka terhadap notaris yang mengabaikan keluruhan dari martabat jabatannya selain dapat dikenai sanksi moril, ditegur atau dipecat dari keanggotaan profesinya juga dapat dipecat dari jabatannya sebagai notaris.3) Dalam menjalankan jabatnnya seorang notaris tidak pernah lepas dari kewajiban yang harus dipenuhi serta untuk memaksimalkan kinerjanya, notaries pun harus dapat menghindari ketentuan-ketentuan tentang larangan dalam jabatannya. Pasal 16 dan Pasal 17 UUJN menentukan hal-hal yang menjadi kewajiban dan larangan notaris yaitu: Kewajiban: bertindak jujur,seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris; mengeluarkan groose akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta; memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan; mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke daftar pusat wasiat departemen yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) had pada hari minggu pertama setiap bulan berikutnya; mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris; menerima magang calon notaris. Larangan: menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; merangkap sebagai pegawai negeri; merangkap jabatan sebagai pegawai negara; merangkap jabatan sebagai advokat; merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wilayah jabatan notaris; menjadi notaris pengganti; melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris. Sedangkan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Kode Etik Notaris mengatur kewajiban dan larangan bagi jabatan notaris sebagai berikut: Kewajiban: memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik; menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat Jabatan notaris; menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan; bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggungjawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris; meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan; mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara; memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium; menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari; memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm , yang memuat : nama lengkap dan gelar yang sah; tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai notaris;tempat kedudukan; alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di atas papan nama harus jelas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud; hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan; membayar uang iuran perkumpulan secara tertib; membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia; melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkanperkumpulan; menjalankan jabatan notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah; menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahim; memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya; melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam: UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; isi sumpah jabatan notaris; Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia. Larangan: mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang ataupun kantor perwakilan; memasang papan nama dan/atau tulisan yang berbunyi "Notaris/Kantor Notaris" di luar lingkungan kantor; melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama, dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik, dalam bentuk: iklan; ucapan selamat; ucapan belasungkawa; ucapan terima kasih; kegiatan pemasaran; kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olah raga; bekerja sama dengan Biro jasa/orang/Badan Hukum yang pada hakekatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien; menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah dipersiapkan oleh pihak lain; mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangan; berusaha atau berupaya dengan jalan apapun, agar seseorang berpindah dari notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantaraan orang lain; melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya; melakukan usaha-usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris; menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dalam jumlah yang lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan; mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan; menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdapat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut; membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi Notaris lain untuk berpartisipasi; menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran-pelanggaran terhadap: Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; Penjelasan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang jabatanNotaris; isi sumpah jabatan Notaris; Hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau Keputusan-keputusan lain yang telah ditetapkan oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia tidak boleh dilakukan oleh anggota. 

Pengecualian memberikan ucapan selamat, ucapan berdukacita dengan mempergunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan Notaris, tetapi hanya nama saja; pemuatan nama dan alamat Notaris dalam buku panduan nomor telepon, fax dan telex, yang diterbitkan secara resmi oleh PT. Telkom dan/atau instansi-instandan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya; memasang 1 (satu) tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 cm x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama Notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor Notaris. Berdasarkan uraian tentang kewajiban dan larangan sebagaimana terinci di atas, diharapkan notaris dalam menjalankan jabatannya senantiasa bercermin pada etika moral profesi yang diembannya, taat asas, serta tunduk dan patuh pada setiap peraturan yang mengatur jabatannya tersebut sehingga masyarakat dan semua kalangan benar-benar dapat memaknai profesi notaris sebagai salah satu profesi yang mulia dan bermartabat. 

1) Sulistiyono, Tesis; Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Notaris oleh Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia di Tangerang, eprints.undip.ac.id/18400/1/Sulistiyono. Diakses tgl 11 Oktober 2010. 2) Suhrawardi K Lubis, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm 35. 3) ________, zulpiero.wordpress.com. hubungan-peraturan-jabatan-notaris-dan-kode-etik-dalam-pelaksanaan-tugas-notaris. Diakses tgl 12 Oktober 2010.

0 Response to "Kewajiban, Larangan, dan Pengecualian bagi Notaris dalam Menjalankan Jabatannya sebagai Pejabat Publik "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel